OPINI  

Koperasi Bukan Sekedar Badan Usaha

Bandung – //DJALAPAKSI NEWS// | Koperasi adalah perintah konstitusi untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan yaitu merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur. Untuk itu diperlukan pemikiran yang membuka banyak kesempatan koperasi Indonesia maju dan berkembang seperti koperasi-koperasi di negara maju.

Kalimat pertama Pembukaan UUD 1945 menyatakan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.” Artinya, menghapuskan kemiskinan, menekan kesenjangan sosial, dan menghilangkan ketidak adilan ekonomi merupakan bagian dari pemerdekaan atas segala bentuk penjajahan. Koperasi harus ditempatkan dalam konteks ini.

Indonesia sejak merdeka telah membuat lima Undang-Undang Koperasi.

Undang-undang Koperasi yang pertama adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1947, terbit dua tahun setelah proklamasi. Menurut Undang-Undang ini, “Koperasi adalah perkumpulan yang didirikan oleh beberapa orang untuk bersama-sama mengusahakan pemenuhan kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya anggotanya melalui perusahaan yang dimilikinya dan dikendalikannya secara demokratis.”

18 tahun kemudian lahir UU No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian. Undang-undang ini diganti oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian. Menurut Undang-Undang ini “Koperasi adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.” Kata perkumpulan pada UU No. 12 Tahun 1947 berubah menjadi “organisasi ekonomi rakyat” pada UU no. 12 tahun 1967.

Untuk selanjutnya, pada 1992 lahir Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Undang-undang ini menegaskan bahwa “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan”.

Pada tahun 2012 lahir undang-undang baru yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Undang-undang ini tidak berlaku karena dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. Menurut Undang-Undang yang dicabut ini “Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang seorang atau badan hukum koperasi, dengan memisahkan sebagian kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.”

Dengan dicabutnya Undang-Undang ini maka Indonesia kembali kepada UU No. 25 Tahun 1992.

Sengaja Penulis mengambil sudut pandang bahwa kalau penekanan koperasi itu bobotnya hanya sebagai badan usaha maka koperasi ini tidak berbeda dengan perseroan terbatas atau jenis badan usaha lainnya.

Koperasi perlu dipandang sebagai perintah langsung UUD ‘45 Pasal 33. Artinya, koperasi harus dilihat sebagai anti-institusi eksploitatif seperti ekonomi dualistik peninggalan penjajah Belanda yang secara de facto masih banyak berlaku pada era sekarang.

Kita perhatikan definisi koperasi menurut UU No. 25 Tahun 1992: “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.” Subjeknya adalah badan usaha dengan status yang sama dengan perseroan terbatas di bawah Undang-Undang No. 40 tentang Perseroan Terbatas.

Pertanyaannya adalah apakah perlakuan terhadap koperasi seperti itu sudah cukup memadai apabila dilihat dari sudut pandang perintah Konstitusi?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut berikut ini disampaikan data tentang perkembangan beberapa koperasi di Amerika Serikat untuk dijadikan konteks pemahaman perbandingan dengan perseroan terbatas BUMN kelas atas di Indonesia.

Contoh Kinerja Pendapatan Koperasi CHS Inc. di Amerika Serikat, untuk Revenue tahun 2023 saja $45.6 miliar yang Tahun Merger Koperasi pada tahun 1931.

Apabila dibandingkan dengan pendapatan P.T. Pertamina, P.T. BRI, P.T. Mandiri, P.T. Pupuk Indonesia Holding, P.T. RNI dan PTPN III Holding dengan masing-masing pendapatannya pada tahun 2023 yaitu: USD 75.8 milyar, USD 15.06 milyar, USD 9.00 milyar, USD 4.95 milyar, USD 1.06 milyar, dan USD 3.5 milyar, maka hanya pendapatan P.T. Pertamina yang lebih besar daripada pendapatan koperasi pertanian CHS Inc.

Data menunjukkan ternyata Badan Usaha Milik Negara dengan struktur Perseroan Terbatas ternyata kalah dalam menghasilkan pendapatannya oleh koperasi para petani di Amerika Serikat.

Apa permasalahan utama yang dihadapi Indonesia sehingga koperasi tidak dapat berkembang sebagaimana yang terjadi di negara maju?

Permasalahan utamanya, antara lain, adalah alternatif pencatatan aset non-uang dalam entitas koperasi, seperti lahan dan tanaman hasil produksi belum dilihat dan diberlakukan untuk memenuhi persyaratan agar dapat menjadi aset koperasi dan dapat digunakan untuk menarik dana eksternal, termasuk dari negara lain. Sekilas hal tersebut telah diuraikan pada Imajinasi # 53 dan # 54. Misalnya, kapitalisasi aset tanah sawah saja akan menghasilkan nilai aset Koperasi Petani Padi Indonesia sebanyak Rp 7460 triliun. Belum lagi aset petani kelapa sawit, karet, kopi dan lain-lain. Semua itu belum masuk dalam PDB. Pertumbuhan ekonomi akan meloncat tinggi dengan perubahan cara pandang ini.

Sebagai ilustrasi, tanah perkebunan dengan alas hak guna usaha (HGU) yang mana pemiliknya adalah Negara, turunan dari Agrarischwet 1870, dicatat sebagai aset perusahaan perkebunan yang memegangnya sehingga ia bisa menjadi kolateral dalam pengadaan modal perusahaan. Alur berpikir yang sama bisa diberlakukan pada aset lahan dan hasil produksi milik petani “diberlakukan seperti HGU dari petani” bagi koperasinya sendiri dan dicatat sebagai aset koperasinya tanpa harus petani melepas hak atas tanah dan kekayaan lainnya seperti selama ini sering dipersoalkan. Jelas untuk bisa mewujudkan proses “broadening ownerships” koperasi ini diperlukan perubahan-perubahan dalam kebijakan dan regulasi yang diperlukan secara menyeluruh. Dengan pemikiran ini maka koperasi tidak sekedar badan usaha tetapi sebagai instrumen strategis pemerdekaan ekonomi rakyat.

 

Oleh: Agus Pakpahan (Pengamat Perkoperasian di Indonesia)
Editor & IT: mangpujan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *