DUH MEMALUKAN! Jika Kerja BPD Mandul

Ungaran //DJALAPAKSI NEWS// |  PEMERINTAH kini gencar memperkuat otonomi desa melalui alokasi dana desa yang terus meningkat, dan peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) seharusnya menjadi salah satu pilar utama dalam tata kelola desa yang transparan, partisipatif, dan akuntabel.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa peran BPD sebagai lembaga perwakilan dan pengawas pembangunan serta keuangan desa sering kali mandul.

Berita-berita kecaman warga desa atas kemandulan peran BPD sebagaimana munculnya spanduk virtual dan spanduk kain, menuntut agar dilakukan pembubaran terhadap keberadaan BPD karena dianggap sekadar “tukang stempel” anggaran desa. Hal demikian jelas sebagai fenomena yang sangat ironis dalam implementasi otonomi desa, sekaligus ancaman serius atas keberlanjutan pembangunan demokrasi di tingkat akar rumput.

Secara normatif, BPD memiliki fungsi utama sebagai perwakilan masyarakat desa dan pengawas terhadap pelaksanaan pemerintahan desa. Fungsi itu termasuk dalam hal perencanaan pembangunan dan pengelolaan anggaran. Akan tetapi, fungsi tersebut kerap tidak berjalan dengan baik karena sejumlah faktor.

Kurangnya kapasitas dan kompetensi anggota BPD dianggap sebagai masalah utama. Para anggota BPD yang dipilih masyarakat setempat, sering kali minim pelatihan dan pemahaman mengenai regulasi dan mekanisme tata kelola desa. Akibatnya, mereka tidak mampu menjalankan fungsi pengawasan secara efektif, apalagi memberikan masukan strategis kepada kepala desa. Realitas tersebut berpengaruh pada munculnya dominansi kepala desa.

Sering Timpang

Hubungan antara BPD dan kepala desa sering kali timpang. Ketimpangan itu ditampilkan dengan realitas kepala desa yang memiliki segala otoritas yang lebih dominan. Situasi ini diperburuk oleh fakta bahwa sebagian besar anggota BPD merasa segan atau bahkan takut untuk mengkritik kebijakan kepala desa, terutama jika pengangkatan BPD adalah hasil tunjukan kepala d

Menurut aduan masyarakat ke DJALAPAKSI NEWS, disinyalir masih banyak Oknum Ketua dan atau Anggota Badan Permusyawaratan Desa di Kabupaten Semarang belum bisa bekerja sesuai yang diharapkan masyarakat.

Mengapa tidak, pasalnya’ Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, BPD dapat dianggap sebagai “parlemen”-nya desa.

Dalam hal ini jelas BPD berhak:
– Mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa;
– Menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

BPD juga memiliki kinerja yang valid yaitu;
1. BPD melakukan evaluasi laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
2. Evaluasi laporan merupakan evaluasi atas kinerja Kepala Desa selama 1 (satu) tahun anggaran.
3. Pelaksanaan evaluasi dilakukan berdasarkan prinsip demokratis, responsif, transparansi, akuntabilitas dan objektif.

Sementara Pasal 32 Permendagri 110/2016 menyatakan tugas BPD adalah sebagai berikut;
1. Menggali aspirasi masyarakat.
menampung aspirasi masyarakat.
2. Mengelola aspirasi masyarakat.
3. Menyalurkan aspirasi masyarakat.
4. Menyelenggarakan musyawarah BPD.
5. Menyelenggarakan musyawarah desa.
6. Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa.

Jika kepala desa tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, BPD dapat menegur kepala desa. Ini bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan desa dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

Jurnalis: MP
Editor & IT: mangpujan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *